Sabtu, 23 April 2016

METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS NILAI-NILAI Ke-INDONESIAAN (Essai ku)







METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS NILAI-NILAI Ke-INDONESIAAN


Era zaman sekarang sudah menglobalisasi. Handphone, salah satunya sudah menjadi kebutuhan primer, baik dari kalangan muda hingga kalangan tua, serta miskin ataupun kaya. Dari situlah pengguna media sosial beratus-ratus ribu milyar menggunakan jejaring tersebut, bahkan media sosial menjadi tempat curhatan hati mereka yang seharusnya mereka mengadu kepada Allah. Untuk kaum wanita pun mengunggah foto yang tidak mengenakan jilbab, memamerkan aurat mereka yang tidak senonoh. Dengan bangganya mempertontonkan kepada setiap kaum adam. Tanpa sadar, dosa kaum adam yang menanggung adalah kaum hawa . Dari kasus ini, aqidah akhlak mereka sangat lemah. Mereka yang hanya tahu jilbab adalah icon  muslim, tetapi mereka tidak mengenakan jilbab. Yang mengenakan jilbab pun belum tentu syar’i.

Saat ini perkembangan zaman di indonesia terutama kaum pelajar indonesia sangat memprihatinkan. Terutama di ibukota jakarta, sebagian pelajar mempunyai attitude yang buruk, salah satunya terlihat dari siswa yang gemar tawuran antarsekolah. Dari segi pandang masyarakat, hal tersebut sangat dinilai negatif dan membuat cap jelek sekolah siswa tersebut.

Disekolah, siswa diajarkan berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai bagus meskipun dengan cara yang salah tetapi sudah lazim dilakukan, seperti mencontek. Terkadang sikap siswa ke guru tidak sopan dalam kegiatan belajar mengajar, seperti tidur dalam kelas, mengobrol, makan diam-diam, dan masih banyak lagi. Dari segi islam, aqidah yang ditanamkan sejak kecil hingga sekarang sangatlah kurang.

Hal tersebut salah satu faktor melemahnya pendidikan agama, baik di sekolah dan di rumah.  Agama yang seharusnya kita jadikan panutan, sekarang hanya dijadikan title di dokumen-dokumen kehidupan, seperti KTP, buku nikah, data sekolah, dsb.

Pendidikan Agama, merupakan elemen penting dalam kehidupan. Erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari . tetapi, banyak pelajar yang menyepelekan hal tersebut. Namun sangat disayangkan juga, mata pelajaran agama disekolah hanya diberikan waktu sekali dalam seminggu, bahkan hanya berdurasi 60 menit saja. Faktor tersebutlah yang membuat pelajar kurang asupan ilmu agama . Bila saat besar nanti, iman agama mereka akan rapuh dan bisa saja akan mengarah yang berhubungan dengan dunia kriminalitas atau politik indonesia. Itulah mengapa pentingnya sejak dini, pedidikan agama harus diberi asupan hingga kelak belahjar mereka berakhir.

Mungkin saja, guru yang mengajar tidak mempunyai variasi mengajar yang malah membuat siswa merasa bosan hingga tidak menyukai pelajaran tersebut. Memang benar. “sukai gurunya, lalu sukai pelajarannya” itu pepatah teman saya. Jika guru yang mengajar mempunya skill variasi mengajar yang sedikit berbeda dan menyenangkan, tentu siswa akan antusias terhadap pelajarannya. Disinilah guru dituntut untuk membuat metode mengajar yang berbeda, jangan hanya terpaku pada sistem kurikulum terpadu standar pendidikan atau yang lebih dikenal dengan KTSP .

Jarang sekali guru yang menggunakan metode pembelajaran berbasis nilai-nilai ke-Indonesiaan disemua pelajaran, terutama pendidikan agama islam. Padahal, banyak nilai-nilai indonesia yang patut dijadikan cermin anak generasi penerus bangsa saat ini yang nantinya akan berguna dan bermanfaat dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Saat dalam proses mengajar, guru harus mempunyai peran aktif yang digabung dengan nilai-nilai bernasis ke-Indonesiaan. Diharuskan semua siswi mengenakan jilbab meskipun kesehariannya tidak memakai. Sebagai contoh, saat belajar siswa diajak bermusyarawah yang terbagi dalam tiap-tiap kelompok untuk membahas yang berkaitan dengan agama, aqidah misalanya. Setelah itu, siswa terjun langsung ke lapangan dan hasilnya dipresentasikan . hasil kerja siswa, bisa dikirim ke badan pusat pendidikan untuk dibenahi nantinya.

Contoh lainnya, guru mengajak siswa untuk menguji tes kempampuan membaca al-qur’an. Disitu, siswa lainnya harus menyimak dengan jelas. Jika ada yang salah murid lainnya diperbolehkan membenarkan dengan alasan masing-masing. Hal tesebut menunjukkan ketelitian dalam bekerja.

Contoh lainnya, guru mengajak siswa untuk membuat karya masing-masing yang bertemakan islami. Setiap murid mempresentasikan kerjanya didepan kelas dan mejelaskan makananya. Disitu siswa bebas berpendapat dengan memberikan kritikan dan masukkan alasan yang logis untuk berguna nantinya. Hal tersebut menunjukkan menghargai perbedaan pendapat.



Tiga point diatas merupakan salah satu metode pembelajaran pendidikan agama islam berbasis nilai-nilai ke_Indonesiaan. Semoga dalam generasi berikutnya, para guru bisa menggunakan metode berbasis ke-Indonesiaan yang lainnya dan para siswa bisa nyaman dengan ajaran yang guru-guru berikan.